Menara Masjid Agung Demak

Ketika kita berkunjung ke masjid Agung Demak tentunya mata kita juga akan melihat menara yang ada di depan Masjid agung Demak. Dengan ukuran 4 x 4 meter pada bagian kaki serta tinggi 22 meter, menara yang dibangun pada 2 Agustus 1932 pada masa pemerintahan Bupati R A. A Sosrohadiwidjojo itu memang terlihat menjulang. Cukup kontras dengan arsitektur lokal masjid yang dominan Jawa kuna dengan atap limasan serta tiang penyangganya atau saka guru yang terbuat dari kayu jati. Menurut keterangan pengurus Takmir Masjid Agung Demak , menara adzan dibangun dengan konstruksi baja bukan tanpa alasan. Begitu pun pemilihan material dan sejumlah aksesorisnya oleh sang arsitek yakni N.V Lyndetives Semarang, yang cenderung bernuansa modern.

Menara adzan Masjid Agung Demak dibangun pada masa pemerintahan Belanda. Penggagasnya adalah penghulu atau istilah sekarang adalah Ketua Takmir Masjid Agung Demak saat itu yakni KH Moh Abdoerrochman. Dalam pengerjaan bangunan berbiaya 10.000 Gulden itu, KH Moh Abdoerrochman dibantu satu tim khusus yang keanggotannya terdiri dari R Danoe Wijoto, H Moh Taslim, H Aboe Bakar, dan H Moehsin. Tujuan mendirikan menara adalah sebagai sarana muadzin mengumandangkan adzan. Maka itu tingginya disepakati 22 meter agar suara adzan yang dikumandangkan terdengar jauh dan luas, sehingga warga sekitar masjid utamanya umat muslim serta para zairin segera menunaikan ibadah sholat di Masjid Agung Demak. Oleh karena pada masa itu di Kabupaten Demak Bintoro belum ada listrik ataupun loudspeaker, maka muadzin menggunakan corong terbuat dari bahan semacam seng sebagai pengeras agar suara bisa lebih lantang dan keras.